Al-Hasan Al-Basri : "kalian tidak lebih dari sekumpulan hari-hari, setiap pergi satu hari, maka berarti pergi juga sebagian dari kalian" Rusdin

Senin, 29 Juli 2019

Moderasi dalam Diskursus Agama

https://drive.google.com/open?id=1oZNrDEpGZ6tHkSvzMI4lmwjCeVVdpF1M

Moderasi dalam Diskursus Agama


Oleh: Rusdin, M. Pd  



Moderasi agama awalnya merupakan pesanan global dilihat dari berbagai pidato pemimpin dunia terutama di timur tengah seperti Arab Saudi yang merupakan pelopor moderasi agama ini. Tak hanya dari timur saja namun Negara barat seperti Amerika Serikat merupakan pendukung utama dari moderasi agama ini terbukti dengan berbagai debat dan kampanye yang kita lihat di televisi baik disiarkan langsung oleh TV maupun dari media social seperti youtube mereka selalu ingin meruntuhkan dan memusnahkan ektimisme atau radikalisme yang merupakan lawan kata dari moderasi agama.  Jadi, apa sebenarnya moderasi agama ini. Jika kita lihat dari KBBI, moderasi agama adalah pengurangan kekerasan atau penghindaran kekerasan. Menurut para ahli moderasi adalah suatu kegiatan peninjauan agar tidak menyimpang dari aturan yang berlaku yang telah ditetapkan.
Pada kehidupan generasi milenial ini pemerintah berusaha untuk memunculkan isu moderasi agama dan harus ada seluruh madrasah dan sekolah di seluruh Indonesia mengingat fakta yang terjadi selama ini banyak terjadi intoleransi bargama baik antar umat beragama maupun intern beragama. Isu ini telah dimunculkan dan dicanankan sejak 3 tahun yang lalu jika dilihat dari berbagai referensi isunya oleh pemerintah terutama Kemtenreian Agama sebagai wadah yang menaungi 6 agama yang ada di Indonesia, namun pada awal tahun 2019 ini Kementerian Agama telah gencar mengadakan sosialisasi baik berupa pidato seperti kunjungan kanwil NTB di MAN Dompu awal tahun 2019 mengatakan bahwa moderasi agama wajib dilaksanakan oleh seluruh madrasah di seluruh NTB selain itu seminar, workshop maupun diskursus lainya seperti yang di Hotel Aman Gati Lakey Beach Dompu pada tanggal 19 Juli 2019 yang banyak mengupas tentang Moderasi Agama yang kaitan dengan toleransi salah satunya yang dibahas dari tiga narasumber yang barasal dari Perguruan Tinggi Agama Islam Indonesia tersebut adalah “Islam Wasatiyyah”. Disamping dengan cara tersebut saat ini pemerintah sudah menyusun kurikulum yang kaitan dengan moderasi agama dan sudah merancang buku yang menjadi panduan bagi tenaga pengajar baik untuk guru maupun untuk dosen. Lantas bagaimana respon masyarakat terhadap moderasi agama ini? Jawabannya tergantung dari pemerintah sebagai tools of society yang memiliki power. Jika moderasi ini dirancang dengan cermat sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman dan tidak keluar dari jalur agama maka program ini akan dengan cepat diterima oleh masyarakat Indonesia, toh juga masyarakat Indonesia pada dasarnya merupakan masyarakat yang memiliki toleransi tinggi jika dibanding dengan Negara-negara lain di dunia ini dan bahkan menjadi leadershipnya. Namun jika moderasi agama ini dikaitkan dengan Islam Nusantara maka sulit diterima oleh sebagaian besar masyarakat Islam Indonesia karena dilihat dari berbagai sumber bahwa penolakkan secara masif dari masyarakat Islam terhadap rancangan Islam Nusantra yang telah dicanangkan oleh pemerintah dari tahun-tahun kemarin maka akan menemui jalan buntu dan bahkan akan gagal atau bahkan akan menyuburkan kaum ekstrimis.
Dari segi fitrah dan naluri dasar manusia seperti pada agama kita Islam mengenal bahwa sifat dasar manusia bertikai atau bentrok bukanlah sifat dasar atau fitrahnya, namun potensi negatif muncul dari pengaruh luar seperti kedangkalan ilmu terhadap kepemahaman hidup bersama dan yang tak kalah penting yaitu pengaruh bisikan syaitan yang selalu mempengaruhi manusia dalam hal-hal negatif. Di lihat dari sudut pandang science atau kelilmuan maka manusia memiliki kelemahan yang banyak dan variatif tergantung seberapa banyak keilmuan yang ia dapatkan baik secara ilmiah berupa penelitian maupun secara empiris. Ketika kita kaji secara science kita tidak bisa menafikan bahwa kebenaran tidak saja kita dapatkan dari satu sumber namun harus berbagai sumber, seperti contoh apakah membangun masjid wajib atau tidak yang kita sepakati bentuknya harus memiliki empat sudut dan atapnya harus memiliki kubah seperti yang kita tau saat ini atau dalam konsep terbit dan terbenamnya matahari yang kita ketahui selama ini bahwa matahari terbit dari timur dan terbenam dari barat, konsep ini jika kita kaitkan dengan science salah, kenapa karena soal terbit dan terbenamnya matahari hanyalah sebuah conventional (kesepakatan) padahal matahari tidak pernah terbit dan terbenam. Dalam hal kebenaran dari sudut pandang science tersebut diatas menurut islam akal pikiran harus disinari oleh Al-Quran dan hadit barulah kebenaran bisa dimunculkan. Wallahu a’lam.